Inovasi Fintech Syariah di Indonesia, bagaimana Syariahnya?

Share this article:

Adaptasi inovasi dari Fintech Konvesional menjadi Fintech Syariah menawarkan banyak kemudahan dan nilai keuntungan bagi masyarakat Indonesia yang dibuat seirama dengan prinsip agama Islam yang mendukung kemaslahatan untuk bersama. Konsep financial technology syariah ini walaupun menawarkan banyak kemudahan dan nilai keuntungan, namun harus diperhatikan juga apakah masuknya financial technology syariah tersebut sudah benar dan sesuai dengan prinsip agama Islam. Sedangkan di dalam Islam sendiri, terdapat berbagai macam aturan syari’at dan regulasi agama yang mendasari umat muslim dalam menjalani berbagai aktivitas kehidupan, termasuk dalam menjalankan bisnis dengan baik demi mencapai tujuan dan kemaslahatan bersama, yaitu tercapainya maqashid syariah.

Sebelum kita bahas lebih jauh, yuk ketahui dahulu apa itu financial technology?

Apa itu financial technology?

Apabila melakukan transaksi online menggunakan smartphone, seperti membeli makanan ataupun memesan ojek, itu berarti Anda merupakan salah satu orang yang menggunakan Fintech. Secara umum, Fintech menjadi alternatif lain dalam bidang jasa keuangan yang tadinya menggunakan uang kertas sekarang dapat menggunkan uang virtual (e-money). Dengan kata lain, keberadaan  mengubah mata uang menjadi digital agar lebih efisien.

Financial technology yang biasa disingkat Fintech yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti teknologi keuangan. Dalam Bahasa yang lebih sederhana, Fintech berarti produk dari pemanfaatan perkembangan teknologi yang bertujuan untuk memudahkan layanan di bidang keuangan. Fintech sendiri merupakan salah satu wakil dari industri baru yang di dalamnya terdapat berbagai jasa keuangan. Pada Indonesia Financial Technology sendiri dikenal dengan layanan simpan meminjam uang berbasis teknologi informasi.

Mengenai Fintech telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 yang menyebutkan bahwa  layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (Fintech) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Pada hakikatnya Fintech merupakan layanan keuangan berbasis teknologi dimana Fintech sebagai suatu layanan yang inovatif dalam sektor jasa keuangan yang berbasis sistem pembayaran online, seperti pembayaran tagihan listrik, cicilan kendaraan, ataupun premis asuransi yang sekarang bisa dilakukan hanya melalui internet atau online, baik pengiriman uang maupun pengecekan saldo sekarang sudah bisa dilakukan melalui device kita.

Fintech dalam Perspektif Syariah

Secara fungsi, pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam Fintech konvensional dengan syariah, keduanya bertujuan untuk memberikan layanan keuangan. Adapun salah satu yang membedakan antara keduanya adalah akad pembiayaannya yang mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu:

  1. Tidak boleh maisir (bertaruh)
  2. Gharar (ketidakpastian) dan,
  3. Riba (bunga atau tambahan yang melewati ketetapan)

Adanya prinsip syariah ini mengatur bagaimana proses sampai dengan tujuan akhir, dapat dilakukan dengan baik dan benar. Adapun landasan utama dalam mengukur seberapa syariah kah Fintech Syariah adalah dengan menggunakan landasan Al-Quran, hadits dan ijtihad ulama. Salah satunya, kaidah Ushul Fiqh dalam muamalah, yaitu al-ashlu fil mu’amalati al-ibaahah (hukum asal muamalah adalah diperbolehkan- kecuali ada dalil yang melarangnya). Singkatnya, segala sesuatu dalam muamalah dan bertransaksi adalah hukum awalnya diperbolehkan, terkecuali apabila didapati adanya dalil dari masdar syar’i (Al-Quran, hadits maupun ijtihad ulama) yang melarangnya. 

Di Indonesia sendiri Fintech Syariah merupakan produk baru masyarakat, oleh karena itu maka peran ijtihad tersebut lebih dominan, tanpa meninggalkan norma muamalah yang sudah ditetapkan oleh ulama terdahulu. Adapun dalam pelaksanaannya, yang menjamin Fintech Syariah itu syariah atau tidak adalah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang mana itu juga berlaku untuk perbankan, asuransi dan pembiayaan syariah.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Menanggapi Fintech

Selanjutnya, menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), minimal ada 4 tahapan agar perusahan Fintech di Indonesia menjadi Fintech Syariah:

1. Perusahan terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) / Bank Indonesia.

2. Melengkapi Desk Review di DSN MUI.

3. Perusahaan melakukan presentasi dihadapan tim Visitasi dari DSN MUI.

4. Mendapat rekomendasi Dewan Pengawas Syariah (MUI).

Selain akad, pengawasan terhadap perusahaan Fintech itu sangat penting untuk menjaga marwah Fintech Syariah. Setidaknya ada 4 pengawas dalam mengawasi pelaksanaan Fintech Syariah di Indonesia, yaitu Auditor Internal, Auditor Eksternal, OJK/BI dan Dewan Pengawas Syariah (MUI). Adapun dasar keberadaan financial technology syariah adalah MUI No.67/DSN-MUI/III/2008 yang mengatur tentang ketetapan apa saja yang harus diikuti lembaga teknologi keuangan terbaru di Indonesia tersebut

Setelah mengetahui dalil, referensi, dan data terkait landasan pelaksanaan Fintech Syariah di Indonesia, maka dibutuhkan pemahaman literasi mendalam tentang menentukan seberapa syariahkah pelaksanaan Fintech di Lembaga Syariah ke depannya dari aspek utama yang telah diijtihadkan oleh para ulama terdahulu yakni terhindar dari ribawi, maysir, gharar, risywah, tadlis, dan israf, agar nilai syariahnya terus meningkat.

Untuk pembelajaran dan pemahaman literasi syariah selengkapnya, kini bisa didapatkan dengan mudah dengan join di iBantu Academy

+ posts

Related insights